Perbedaan kritik Ekstern dan Intern
dan cara untuk membuktikan keduanya :
1. Kritik Ekstern
- Kritik Ekstern
digunakan untuk memperoleh keabsahan tentang keaslian sumber (otentitas)
- Kritik ekstern
digunakan untuk memperbedakan satu tipuan atau suatu misrepresentasi dari
sebuah dokumen yang sejati, karena pemalsuan dokumen dalam keseluruhan atau
untuk sebagian, meskipun bukan merupakan suatu hal yang biasa, namun cukup
sering terjadi, sehingga seorang sejarawan yang cermat harus senantiasa waspada
terhadapnya.
- Kritik ekstern
digunakan untuk usaha menetapkan suatu teks yang akurat yang oleh para ahli
filologi disebut “Kritik Teks”, sedangkan didalam studi Injil juga disebut
“Kritik Rendah”, sjarawan telah meminjam teknik dari ahli filologi dan kritikus
Injil.
- Kritik ekstern
digunakan untuk mereforasi teks, yaitu dengan cara mengumpulkan beberapa copian
teks, untuk kemudian dibandingkan dan dianalisis. Dalam hal ini sejarawan
membutuhkan ilmu bantu sejarah, karena pada akhir-akhir ini, ilmiawan sosial
seperti ahli pendidikan, anthropologi, psikologi dan sosiologi telah
menerbitkan Questionaire, Poll Opinio umum, statistik mengenai penduduk dan
perubahan sosial, dsb. Dan kesimpulan yang diperolh dari material semacam itu
dan dari apa yang dinamakan “Dokumen Pribadi” atau otobiografi yang dikumpulkan
oleh ilmiawan sosial selama ini.
- Kritik ekstern
digunakan untuk mengidentifikasi pengarang dan tanggal.
2. Kritik intern
- Kritik intern
digunakan untuk meneliti keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas)
- Kritik intern
digunakan untuk menganalisis pembuktian kebenaran sebuah fakta sejarah.
- Kritik intern
menggunakan Hipotesa Interogatif, karena hipotesa ini lebih baik dibandingkan
dalam bentuk deklaratif, hipotesa interogatif bersifat tidak mengikat sebelum
semua bukti selesai diperiksa. Dan sedikit membantu sejarawan untuk memecahkan
suatu masalah karena pertanyaan tersebut langsung menuju ke jawaban.
- Kritik intern
digunakan untuk melakukan pencarian terhadap detail khusus daripada
kesaksian, karena fakta sejarah harus mengandung empat aspek subyek sejarah,
yaitu: aspek biografis, aspek geografis, aspek kronologis, dan aspek
fungsionil.
- Kritik intern
digunakan untuk melakukan penilaian pribadi, yaitu kemampuan dan kemauan
daripada saksi untuk memberikan kesaksian yang dapat diandalkan, yang
ditentukan oleh sejumlah faktor didalam personalitas dan situasi sosial, yang
kadang disebut “unsur pribadinya” (personal equation).
- Kritik intern menggunakan
aturan-aturan umum, Dimana seorang sejarawan adalah penuntut , pembela,
hakim, dan juri menjadi satu. Dan sebagai hakim ia tidak mengesampingkan bukti
apapun asal relevan. Kesaksian yang kredibel harus lulus empat
ujian. Dan yang merupakan subyek pemeriksaan adalah saksi
primer dan detailnya, bukan seluruh sumber sebagai
keseluruhan.
- Kritik intern
digunakan untuk menganalisis kemampuan untuk menyatakan kebenaran.
2. Gambarkan secara singkat
mengajar teknik-teknik sejarah yang disampaikan oleh Louis Gatschalk ( Bab VIII
) kemudian komentari langkah tersebut menurut Saudara!
Menerangkan Teknik Sejarah yang
Disampaikan Louis Gottschalk
Langkah-langkah penting yang harus
diperhatikan untuk melakukan penulisan sejarah menurut Louis Gottschalk adalah:
a.
Pengumpulan data (Heuristik)
b.
Kritik
c.
Interpretasi
d.
Historiografi (Penulisan Sejarah)
Dari langkah-langkah tersebut dapat
dijelaskan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyeleksi sumber
sumber sejarah yang akan digunakan sebagai data, serta referensi dalam menulis
sejarah. Kemudian meneliti saksi saksi yang berhubungan dengan peristiwa yang
diteliti. Selanjutnya mengklarifikasi data yang diperoleh terhadap fakta yang
terjadi di masa lalu agar data dan fakta yang ditulis bersifat sinkron.
Klarifikasi data ini dapat dilakukan dengan alat bantu yakni sebagai berikut:
a. Katalog: berfungsi
untuk memudahkan peneliti menemukan sebuah buku yang diketahui dari pengarang,
judul atau subyeknya ,untuk menunjukkan apa yang dimiliki suatu perpustakaan
oleh pengarang tertentu, pada subyek tertentu, dalam jenis literatur tertentu,
membantu dalam pemilihan buku berdasarkan edisinya atau berdasarkan karakternya
dan bentuk tulisan.
b. Bibliografis: Berfungsi
sebagai penunjuk referensi berupa sumber buku yang digunakan dalam menulis
suatu karya sejarah. Jika catatan kaki letaknya dihalaman bawah buku sebagai
penunjuk referensi dari kutipan isi buku orang lain, tetapi bibliografis adalah
kumpulan artikel dari beberapa sumber milik orang lain yang dikutip dan diberi
keterangan lewat catatan dan daftar pustaka.
c. Majalah Sejarah atau media masa: berfungsi sebagai alat bantu komposisi dan inspirasi serta
pembanding suatu peristiwa berupa fakta maupun opini di masa lalu.
Dari beberapa alat bantu
tersebut,harus bersikap kritis terhadap informasi yang diperoleh dengan cara
mengidentifikasi informasi yang didapatkan serta menganalisis informasi
tersebut untuk diolah. Dokumen yang didapatkan baik sumber tertulis, maupun
rekaman harus disinkronkan dari faktor otentisitas. Kemudian sebelum memulai
menulis, harus memperhatikan tata bahasa atau langgam,apakah kisah sejarah yang
ditulis itu berbentuk”Past” atau berbentuk “Present”. Sehingga
dalam hal ini, harus benar-benar jeli dan teliti dalam mengkombinasi data dari
sumber,setelah draft sejarah selesai di tulis,ditarik kesimpulan dari apa yang
di tulis.
Menurut pendapat saya, tentang
teknik sejarah yang dikemukakan oleh Louis Gottschalk tersebut sudah baik. Tiap
langkah dalam teknik yang disampaikan Louis Gottschalk tersebut sudah mampu
mendeskripsikan nantinya akan menghasilkan suatu laporan penelitian sejarah
yang baik dan terstruktur apabila peneliti benar-benar menjadikan teknik
terebut sebagai rambu-rambu dalam penulisan laporan sejarahnya tanpa
menghilangkan atau melewati salah satu dari step atau langkah yang telah
ditentukan.
3.
Bagaimana cara yang paling baik bagi sejarawan untuk memberi sumbangan pada
usaha mengerti masyarakat dan hubungannya dengan generalisasi sosial ( hal 184 ).
Beri contoh pada kasus Indonesia !
CARA YANG BAIK BAGI SEJARAWAN UNTUK
MENGERTI MASYARAKAT
v ØCara yang
paling baik bagi sejarawan untuk menyumbangkan kepada usaha mengerti masyarakat
dan hubungannya dengan generalisasi sosiologi adalah dengan menemukan
kontradiksi dan pengecualian dalam generalisasi ilmu social. Seorang
generalisator mudah beranggapan bahwa perkecualian-perkecualian malahan
membuktikan kebenaran dalilnya. Tapi kadang-kadang perkecualian merupakan
satu-satunya jalan dari suatu jalan buntu logika. Karena beberapa ilmu sosial
didasarkan atas contoh-contoh sejarah yang yang dipilih oleh sejarawan (atau
oleh sarjana ilmu sosial sebagai sejarawan) hanya karena ia berminat pada
pengertian itu atau dipengaruhi olehnya. Dari permasalahan tersebut, argumen
akan disimpulkan mengarahkan sesorang untuk menemukan premis yang disimpulkan
sebagai suatu interpretasi terhadap peristiwa. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan generalisasi masalah,dalam konteks masalah yang dibahas.
Contoh pada kasus di Indonesia
yakni: Pada masa orde baru. Pemerintahan Suharto yang dikenal makmur
menimbulkan suatu pro-kontra. Sebagai masyarakat Indonesia mayoritas masyarakat
akan menciptakan situasi sosial yang positif dan negatif. Situasi negatif
contohnya adalah kontroversi tentang supersemar. Dengan demikian, sejarawan
menjadi dua kali lebih berguna dalam disiplin-disiplin yang berusaha mengerti
masyarakat. Ia tidak hanya merupakan pencari data bagi ilmuan siosial, tetapi juga
melakukan pengecekan terhadap validitas daripada pengerian atau konsep ilmu
sosial bagi masyarakat.
4. Coba terangkan intisari metode
sejarah setelah itu buatlah proposal penelitian sejarah!
INTISARI METODE SEJARAH
Intisari metode sejarah merupakan
suatu kerangka berfikir atau prosedur yang dirumuskan menggunakan suatu metode
ilmiah dalam penelitian. Dalam penelitian sejarah ada metode penelitian yang
digunakan yakni menggunakan metode yang sudah dijelaskan diatas,
langkah-langkah metode sejarah, sbb:
a) Heuristik,
yaitu proses mencari dan menemukan sumber-sumber yang diperlukan.
b) Kritik,
terhadap sumber terdiri dari kritik ekstern dan intern. Kritik ekstern
pengujian terhadap otentikitas, asli, turunan, relevan tidaknya suatu sumber.
Sedangkan kritik intern yaitu pengujian terhadap isi atau kandungan sumber.
Tujuan kritik untuk menyeleksi data menjadi fakta.
c) Interpretasi,
atau penafsiran. Pada tahap interpretasi sejarawan mencari saling hubung antar
berbagai fakta yang telah ditemukan, kemudian menafsirkannya.
d) Historiografi, yaitu
tahap penulisan sejarah. Pada tahap ini rangkaian fakta yang telah ditafsirkan
disajikan secara tertulis sebagai kisah atau ceritera sejarah.
PROPOSAL PENELITIAN
PERJUANGAN OERIP SUMOHARDJO
DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA
1945-1948
A. Latar
Belakang Masalah
Kehilangan daya tempur di udara
maupun di laut sejak tahun 1944, membuat tentara Jepang kehilangan daya ofensif
dan terbatas pada kegiatan defensif semata-mata. Ketika pihak Amerika Serikat
menjatuhkan bom atomnya di Hirosima pada tanggal 6 Agustus dan di Nagasaki pada
tanggal 9 Agustus 1945, pihak Jepang menyadari bahwa mereka sudah tidak lagi
mampu menjamin keselamatan Tenno Heika dan rakyatnya di daratannya sendiri.
Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu[1]. Mengetahui kekalahan Jepang terhadap sekutu
para golongan muda yaitu Chaerul Saleh, Wikana dan Sukarni menemui Soekarno
ditempat tinggalnya di Jalan Pegangasaan Timur No.56 Jakarta untuk secepatnya
melaksanakan proklamasi. Sejak tanggal 14 Agustus 1945 secara formil di
Indonesia terdapat vocuum of power (kekosongan kekuasaan), maka bangsa
Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945
di rumah Ir. Soekarno di Jalan Pegangasaan Timur No.56 Jakarta. Pada tanggal 18
Agustus 1945 diadakan sidang pertama PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) dalam sidang pertamanya menghasilkan keputusan-keputusan sebagai
berikut:
- Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara
- Memilih Presiden dan Wakil Presiden, yakni Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
- Presiden untuk sementara waktu akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.[2]
Sidang kedua pada tanggal 19 Agustus
1945 PPKI berhasil membentuk Departemen yang terdiri dari 12 kementrian. Selain
itu wilayah Republik Indonesia dibagi menjadi 8 Propinsi. Pada tanggal 22
Agustus 1945 PPKI memutuskan tentang pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR),
Komite Nasional Indonesia, dan Partai Nasional Indonesia. Dari tiga kepuusan
ini hanya dua yang dapat diwujudkan yakni tentang Badan Keamanan Rakyat (BKR)
dan Komite Nasional Indonesia.[3]
Dengan disetujuinya BKR dan Komite
Nasional, maka Seiring dengan kebutuhan adanya tentara dalam suatu negara padan
tanggal 5 Oktober 1945, Presiden Sukarno mengeluarkan maklumat mengenai
pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Untuk melaksanakan orgaisasi tentara
yang baru lahir ditunjuklah bekas Mayor KNIL Oerip Sumohardjo dipanggil oleh
presiden ke Jakarta dan menerima keputusan tentang pembentukan TKR. Oerip
Sumohardjo, yang diangkat menjadi kepala Markas Besar Umum dengan pangkat
letnan jendral, segera memulai melaksanakan tugasnya. Karena pada awal
kemerdekaan pemerintahan dipindahkan atau berpusat di Yogyakarta, maka Oerip
Soemohardjo menjadikan Yogyakarta sebagai tempat kedudukan Markas Besar Umum
TKR, karena situasi keamanan nasional. Setelah satu setengah bulan meletakkan
landasan organisasi TKR, Urip Sumoharjo memantapkan personilnya.
Berhubung permintaan untuk
mengangkat panglima TKR yang baru ditolak, maka pada tanggal 12 November 1945
diadakan konferensi para Panglima Divisi di Jawa dan Sumatera. Konferensi ini
dilaksanakan untuk memilih Panglima TKR karena Supriyadi yang telah ditunjuk
pemerintah sebagai penglima TKR tidak pernah muncul, sementara pemerintah tidak
merespon permintaan Markas Tinggi Tentara Keamanan Rakyat (MTTKR) untuk
mengangkat panglima baru. Konferensi tersebut memilih Kolonel Sudirman,
Panglima dari divisi V Purwokerto sebagai Panglima Tertinggi TKR. [4]
Dengan terbentuknya Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) pada tanggal 5 Oktober 1945, Mayor Oerip Soemohardjo dipercaya
untuk menyusun organisasi tentara dan susunan tentara berpola sama dengan
susunan Departemen Perang Hindia-Belanda yang terdiri atas Komandemen dan
Divisi. Melalui pertimbangan yang matang, maka Markas Tertinggi TKR (MTTKR)
membentuk 3 Komandemen di Jawa dengan 10 Divisi dan 1 Komademen di Sumatera
dengan 6 Divisi. Tanggal 7 Januari 1946, dalam rangka penyempurnaan tentara,
nama Tentara Keamanan Rakyat diubah
menjadi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR). Pada tanggal 25 Januari 1946 melalui ketetapan Pemerintah No:4/S.D./1946, Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) kembali diubah namanya menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).[5]
menjadi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR). Pada tanggal 25 Januari 1946 melalui ketetapan Pemerintah No:4/S.D./1946, Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) kembali diubah namanya menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).[5]
Pada masa TRI Oerip
Soemohardjo kembali diubah susunan organisasinya. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan dalam kerja. Komandemen sudah tidak ada lagi dan jumlah divisi
dikurangi, hanya ada 7 Divisi sedangkan di Sumatera masih tetap 6 Divisi.
Pemerintah membentuk panitia Reorganisasi Tentara yang diketuai langsung oleh
Presiden. Tanggal 3 Juni 1947 ditetapkan hasilnya yakni bahwa seluruh Angkatan
Perang Indonesia baik TRI maupun laskar-laskar perjuangan dimasukan serentak
kedalam Tentara Nasional Indonesia (TNI). Usaha ini direalisasikan melalui
ketetapan pemerintah tanggal 3 Juni 1947 dalam berita Negara Republik Indonesia
No.4 tahun 1947 yang salah satu isinya mengesahkan berdirinya Tentara Nasional
Indonesia (TNI) dan membubarkan bentuk laskar serta
angkatan perang lain yang bersenjata.
angkatan perang lain yang bersenjata.
Setelah TNI terbentuk maka di
Indonesia sudah tidak ada lagi dualisme kekuatan bersenjata, hanya ada satu
pasukan bersenjata di Indonesia yang siap menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yakni Tentara Nasional Indonesia.
Terbentuknya TNI tidak bisa dilepaskan pada peran aktifnya Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo, seorang Purnawirawan KNIL yang mengabdikan dirinya untuk tanah airnya tercinta.
Kesatuan Republik Indonesia, yakni Tentara Nasional Indonesia.
Terbentuknya TNI tidak bisa dilepaskan pada peran aktifnya Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo, seorang Purnawirawan KNIL yang mengabdikan dirinya untuk tanah airnya tercinta.
Dalam mempertahankan kemerdekaan
yang telah di proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, telah muncul berbagai
persoalan pada saat pembentukan tentara nasional. Permasalahan yang muncul pada
pembentukan TNI harus diperhatikan agar upaya pencapaian keamanan dan
ketertiban masyarakat dapat terwujud. Orang yang dianggap mampu untuk membentuk
dan menyatukan organisasi-organisasi bersenjata dalam satu organisasi adalah
Oerip Sumohardjo, karena Oerip Sumohardjo menerima tugas dalam pembentukan yang
pertama dan menerima instruksi untuk membentuk tentara. Bersama-sama
dengan Letnan Jendral Sudirman, Oerip Sumohardjo mempunyai tugas untuk
membentuk dan menyusun tentara nasional. Berdasarkan uraian diatas maka
peneliti mengambil judul “Pengabdian Oerip sumohardjo dalam kemrdekaan
Indonesia dan pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) 1945-1948”.
B. Batasan
Masalah
Dalam penelitian ini, pokok kajian
akan dibatasi secara temporal mulai tahun 1945 sampai 1948. Dimulai dari tahun
1945 karena pada tahun itu Oerip Sumohardjo ditunjuk dan diangkat sebagai KSAP,
kemudian diakhiri pada tahun 1948 karena pada tahun itu Oerip Sumohardjo
meninggal dunia.
C. Rumusan
Masalah
Dari uraian yang telah dituliskan
diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
- Bagaimana aktivitas kehidupan kemiliteran Oerip sumohardjo?
- Berperan apa Oerip sumohardjo dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia?
- Bagaimana peran Oerip Soemoharjo dalam penataan TNI?
D. Tujuan
Penelitian
Penelitian Peranan Oriep Sumoharjo
dalam pembetukan Tentara Nasional Indonesia 1945-1948 bertujuan untuk:
1. Untuk menjelaskan
aktivitas kehidupan kemiliteran Oerip sumohardjo.
2. Untuk menjelaskan peran Oerip
Sumohardjo dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
3. Menjelaskan peran
Oerip Sumohardjo dalam pembentukan TNI.
E. Manfaat
Penelitian
Manfaat dari penelitia ini adalah:
1. Dapat menambah pengetahuan
sejarah militer khususnya tentang terbentuknya Tentara Nasional Indonesia
2. Dapat menjadi bahan
pada proses belajar dan mengajar
F. Kajian
Pustaka
Buku-buku dan karya-karya yang
membahas tentang Oerip Soemohardjo telahbanyak ditebitkan, tetapi buku-buku itu
lebih banyak membahas topik secara umum atau topik-topik khususnya dibahas
hanya sekilas saja. Beberapa buku yang dijadikan perbandingan dalam tema ini
antara lain: Karya Yanto Bashri dan Retno Suffatni yang berjudul Seajrah Tokoh
Bangsa. Dalam karya tersebut Yanto Bashri mengungkap tentang tokoh-tokoh bangsa
Indonesia termasuk Oerip Soemohardjo.
Karya lain yaitu karya Rohmah
Soemohardjo yang berjudul Oerip Soemoharjdo Letnan Jendral TNI 1893-1948. Dalam
karya tersebut Rohmah Soemohardjo mengungkapkan tentang biografi Oerip
Soemohardjo masa hidupnya. Karya ini memfokuskan pada kehidupak Oerip
Soemohardjo sejak lahir sampai meninggal.
Karya lain yaitu karya
DR.A.H.Nasution yang berjudul sekitar perang kemerdekaan Indonesia jilid 4.
Dimana dalam karya tersebut banyak membahas tentang perjanjian Linggajati,
dimana Oerip Soemoharjdo juga berperan dalam perjanjian tersebut. Dimana Oerip
Soemohardjo ditak setuju atau kecewa atas keputusan dari perjanjian Linggajati,
dimana Belanda hanya mengakui wilayah Indonesia atas Sumatra, Jawa, dan Madura.
Karya-karya yang telah disebutkan
diatas dapat dijadikan sebagai pembanding dan referensi pelengkap bagi
penelitian ini. Karya-karya yang telah ada dapat dilihat bahwa masih sangat
perlu digali informasi-informasi sejarah untuk dapat menerangkan lebih detail
tentang perjalanan Oerip Soemohardjo pada tahun 1945-1948 dengan menggunakan
metode sejarah. Pada karya-karya yang telah disebutkan diatas terdapat
persamaan dan perbedaan.persamaan tersebut yaitu Oerip Soemohardjo sebagai
kepala Markas Besar Umum dengan pangkat letnan jendral.
Penelitian ini megambil tema tema
perjuangan Oerip Soemohardjo 1945-1948, dengan memfokuskan pada pengabdian
Oerip Soemohrdjo.
Dalam skripsi ini penulis menitik
beratkan pada pengabdian Oerip Soemohardjo antara tahun 1945-1948yang memiliki
peran penting dalam perjalanan sejarah meraih dan mengisi kemerdekaan bangsa
Indonesia. Pengabdian Oerip Soemohardjo sebagai kepala Markas Besar Umum pada
awal kemerdekaan menjadikannya oarng penting di dunia militer. Dimana Oerip
Soemohardjo juga ikut berperan dalam pembentukan TNI.
G. Metode
penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti
menerapkan metode penelitian sejarah yang secara sistematis terdiri atas empat
langkah, yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.[6]
Tahapan heuristik sebagai langkah
awal mengacu pada proses pencarian sumber-sumber sejarah yang berkaitan
dengan Perjuangan Oerip Sumohardjo dalam revolusi kemrdekaan Indonesia dan
pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) 1945-1948
Pada
tahap heuristik yang dilakukan peneliti adalah mencari dan mengumpulkan sumber
yang berupa dokumen atau surat kabar sejaman. Tahapan ini sangat penting karena
menentukan keabsahan tulisan. Sumber primer yang berupa sumber tulisan yaitu
surat kabar sejaman memberikan informasi berupa objek yang dikaji. Surat
kabar diperoleh penulis pada saat melakukan study lapangan di
Perpustakaan Nasional Jakarta. Sumber-sumber yang diperoleh antara lain; surat
kabar berupa riwayat hidup Oerip Sumohardjo dan terbentuknya TNI yang berada di
Arsip Nasional Indonesia (ANRI) Jakarta. Selain sumber yang bersifat primer
dalam penulisan ini juga menggunakan sumber sekunder baik yang berbentuk buku,
referensi, literature, majalah, Koran dan lain-lain.sepetri sejarah tokoh
bangsa, sekitar perang kemerdekaan Indonesia dll.
Beberapa buku sebagai sumber
tambahan referensi di Perpustakaan Nasional Jakarta yang mendukung penelitian
juga peneliti dapatkan. Peneliti juga mencari sumber-sumber sekunder sebagai
penunjang penelitian yang diperoleh dari Perpustakaan Universitas Negeri
Surabaya (UNESA), Perpustakaan Daerah Surabaya, Perpustakaan Medayu Agung
Surabaya.
Sumber-sumber sejarah yang diperoleh
peneliti, dilanjutkan pada tahapan kritik (pengujian) intern maupun ekstern untuk
mendapatkan fakta sejarah. Kritik intern, pengujian terhadap isi atau kandungan
sumber, peneliti membandingkan sumber yang satu dengan yang lainnya dengan
membaca sumber. Pada dasarnya kritik berfungsi menyeleksi data dari fakta-fakta
yang telah ditemukan untuk menjadi fakta sejarah sehingga dapat mendukung
proses analisis.[7] Berita-berita yang ditulis dalam surat
kabar pada umumnya merupakan cerminan kondisi sosial masyarakat pada masa
itu. Kritik-kritik tajam yang dilontarkan surat kabar tersebut sebagai suatu
sikap protes terhadap tindakan penyelewengan/ penyimpangan yang dilakukan
pemerintah tidak pro-rakyat yang disalurkan melalui penyaluran pemikiran
dalam bentuk tulisan.
Tahapan selanjutnya yang dilakukan
setelah kritik adalah interpretasi atau penafsiran, fakta-fakta yang diperoleh
kemudian disusun secara kronologis untuk mendapatkan suatu hubungan fakta satu
dengan fakta lainnya. Pada tahap interpretasi ini peneliti melakukan analisis
dan sintesis. Melalui analisis peneliti menguraikan fakta-fakta sejarah. Dalam
sintesis penulis menggabungkan atau menyatukan fakta-fakta sejarah tersebut
secara kronologis.
Pada tahapan selanjutnya yaitu
historiografi yang merupakan langkah akhir, yaitu proses penulisan fakta-fakta
sejarah yang sudah diintepretasikan berdasarkan tahapan analisis dan sintesis,
sehingga peneliti mendapatkan gambaran tentang kasus pembredelan yang
dialami surat kabar . Dari gambaran tersebut kemudian penelitian ditulis dalam
bentuk skripsi sebagai langkah terakhir yang berjudul Pengabdian Oerip
Sumohardjo dalam kemrdekaan Indonesia dan pembentukan Tentara Nasional
Indonesia (TNI) 1945-1948
H. Sistematika
Sistematika penulisan skripsi ini
disusun sebagai berikut:
Bab I merupan bab pendahuluan. Dalam
bab ini penulis menjelaskan latarbelakang masalah, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, dan sistematika
penelitian.
Bab II tentang biografi Oerip
Soemohardjo yang didalamnya membahas tentang Oerip waktu kecil, semasa remaja,
dan dewasa serta latar belakang intelktual Oerip Soemohardjo.
Bab III tentang perjalanan karier
Oerip Soemohardjo dalam usaha ikut meraih dan mengisi kemerdekaan bangsa
Indonesia pada tau 1945-1948 yang didalamnya membahas pengabdian Oerip
Soemohardjo sebagai ketua Markas Besar Umum, kepala Staf.
Bab IV membahas tentang kesimpulan
atas keseluruhan pembahasan skripsi ini yang diharapkan dapat menarik benang
merah dari uraian pada bab-bab sebelumnya.
[1]. Penyerahan Jepang secara tiba-tiba demikian,
menempatkan Sekutu dalam keadaan tidak siap sehingga tentara Sekutu tidak
segera dapan mengambil alih banyak daerah pendudukan Jepang yang mana pihak
Jepang bersedia menyerahkan diri dikawasan Asia dan Pasifik.
[2]. Nugroho Notosusanto. 1977. Sejarah
Nasional Indonesia jilid VI. Jakarta: Balai pustaka. Hal. 29
[3] Ibid. Hal. 30
[4] Drs. Amrin Imran. 1983. Urip
Sumohardjo. Jakarta: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Hal. 74-75
[5] Nasution, AH. 1963. Tentara
Nasional Indonesia. Yogyakarta : Seruling mas. Hal. 284
[6] Aminuddin Kasdi. 2005. Memahami Sejarah. Surabaya : Unesa
Univ.Press. Hlm.10
[7] Ibid.
Perbedaan kritik Ekstern dan Intern
dan cara untuk membuktikan keduanya :
1. Kritik Ekstern
- Kritik Ekstern
digunakan untuk memperoleh keabsahan tentang keaslian sumber (otentitas)
- Kritik ekstern
digunakan untuk memperbedakan satu tipuan atau suatu misrepresentasi dari
sebuah dokumen yang sejati, karena pemalsuan dokumen dalam keseluruhan atau
untuk sebagian, meskipun bukan merupakan suatu hal yang biasa, namun cukup
sering terjadi, sehingga seorang sejarawan yang cermat harus senantiasa waspada
terhadapnya.
- Kritik ekstern
digunakan untuk usaha menetapkan suatu teks yang akurat yang oleh para ahli
filologi disebut “Kritik Teks”, sedangkan didalam studi Injil juga disebut
“Kritik Rendah”, sjarawan telah meminjam teknik dari ahli filologi dan kritikus
Injil.
- Kritik ekstern
digunakan untuk mereforasi teks, yaitu dengan cara mengumpulkan beberapa copian
teks, untuk kemudian dibandingkan dan dianalisis. Dalam hal ini sejarawan
membutuhkan ilmu bantu sejarah, karena pada akhir-akhir ini, ilmiawan sosial
seperti ahli pendidikan, anthropologi, psikologi dan sosiologi telah
menerbitkan Questionaire, Poll Opinio umum, statistik mengenai penduduk dan
perubahan sosial, dsb. Dan kesimpulan yang diperolh dari material semacam itu
dan dari apa yang dinamakan “Dokumen Pribadi” atau otobiografi yang dikumpulkan
oleh ilmiawan sosial selama ini.
- Kritik ekstern
digunakan untuk mengidentifikasi pengarang dan tanggal.
2. Kritik intern
- Kritik intern
digunakan untuk meneliti keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas)
- Kritik intern
digunakan untuk menganalisis pembuktian kebenaran sebuah fakta sejarah.
- Kritik intern
menggunakan Hipotesa Interogatif, karena hipotesa ini lebih baik dibandingkan
dalam bentuk deklaratif, hipotesa interogatif bersifat tidak mengikat sebelum
semua bukti selesai diperiksa. Dan sedikit membantu sejarawan untuk memecahkan
suatu masalah karena pertanyaan tersebut langsung menuju ke jawaban.
- Kritik intern
digunakan untuk melakukan pencarian terhadap detail khusus daripada
kesaksian, karena fakta sejarah harus mengandung empat aspek subyek sejarah,
yaitu: aspek biografis, aspek geografis, aspek kronologis, dan aspek
fungsionil.
- Kritik intern
digunakan untuk melakukan penilaian pribadi, yaitu kemampuan dan kemauan
daripada saksi untuk memberikan kesaksian yang dapat diandalkan, yang
ditentukan oleh sejumlah faktor didalam personalitas dan situasi sosial, yang
kadang disebut “unsur pribadinya” (personal equation).
- Kritik intern menggunakan
aturan-aturan umum, Dimana seorang sejarawan adalah penuntut , pembela,
hakim, dan juri menjadi satu. Dan sebagai hakim ia tidak mengesampingkan bukti
apapun asal relevan. Kesaksian yang kredibel harus lulus empat
ujian. Dan yang merupakan subyek pemeriksaan adalah saksi
primer dan detailnya, bukan seluruh sumber sebagai
keseluruhan.
- Kritik intern
digunakan untuk menganalisis kemampuan untuk menyatakan kebenaran.
2. Gambarkan secara singkat
mengajar teknik-teknik sejarah yang disampaikan oleh Louis Gatschalk ( Bab VIII
) kemudian komentari langkah tersebut menurut Saudara!
Menerangkan Teknik Sejarah yang
Disampaikan Louis Gottschalk
Langkah-langkah penting yang harus
diperhatikan untuk melakukan penulisan sejarah menurut Louis Gottschalk adalah:
a.
Pengumpulan data (Heuristik)
b.
Kritik
c.
Interpretasi
d.
Historiografi (Penulisan Sejarah)
Dari langkah-langkah tersebut dapat
dijelaskan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyeleksi sumber
sumber sejarah yang akan digunakan sebagai data, serta referensi dalam menulis
sejarah. Kemudian meneliti saksi saksi yang berhubungan dengan peristiwa yang
diteliti. Selanjutnya mengklarifikasi data yang diperoleh terhadap fakta yang
terjadi di masa lalu agar data dan fakta yang ditulis bersifat sinkron.
Klarifikasi data ini dapat dilakukan dengan alat bantu yakni sebagai berikut:
a. Katalog: berfungsi
untuk memudahkan peneliti menemukan sebuah buku yang diketahui dari pengarang,
judul atau subyeknya ,untuk menunjukkan apa yang dimiliki suatu perpustakaan
oleh pengarang tertentu, pada subyek tertentu, dalam jenis literatur tertentu,
membantu dalam pemilihan buku berdasarkan edisinya atau berdasarkan karakternya
dan bentuk tulisan.
b. Bibliografis: Berfungsi
sebagai penunjuk referensi berupa sumber buku yang digunakan dalam menulis
suatu karya sejarah. Jika catatan kaki letaknya dihalaman bawah buku sebagai
penunjuk referensi dari kutipan isi buku orang lain, tetapi bibliografis adalah
kumpulan artikel dari beberapa sumber milik orang lain yang dikutip dan diberi
keterangan lewat catatan dan daftar pustaka.
c. Majalah Sejarah atau media masa: berfungsi sebagai alat bantu komposisi dan inspirasi serta
pembanding suatu peristiwa berupa fakta maupun opini di masa lalu.
Dari beberapa alat bantu
tersebut,harus bersikap kritis terhadap informasi yang diperoleh dengan cara
mengidentifikasi informasi yang didapatkan serta menganalisis informasi
tersebut untuk diolah. Dokumen yang didapatkan baik sumber tertulis, maupun
rekaman harus disinkronkan dari faktor otentisitas. Kemudian sebelum memulai
menulis, harus memperhatikan tata bahasa atau langgam,apakah kisah sejarah yang
ditulis itu berbentuk”Past” atau berbentuk “Present”. Sehingga
dalam hal ini, harus benar-benar jeli dan teliti dalam mengkombinasi data dari
sumber,setelah draft sejarah selesai di tulis,ditarik kesimpulan dari apa yang
di tulis.
Menurut pendapat saya, tentang
teknik sejarah yang dikemukakan oleh Louis Gottschalk tersebut sudah baik. Tiap
langkah dalam teknik yang disampaikan Louis Gottschalk tersebut sudah mampu
mendeskripsikan nantinya akan menghasilkan suatu laporan penelitian sejarah
yang baik dan terstruktur apabila peneliti benar-benar menjadikan teknik
terebut sebagai rambu-rambu dalam penulisan laporan sejarahnya tanpa
menghilangkan atau melewati salah satu dari step atau langkah yang telah
ditentukan.
3.
Bagaimana cara yang paling baik bagi sejarawan untuk memberi sumbangan pada
usaha mengerti masyarakat dan hubungannya dengan generalisasi sosial ( hal 184 ).
Beri contoh pada kasus Indonesia !
CARA YANG BAIK BAGI SEJARAWAN UNTUK
MENGERTI MASYARAKAT
v ØCara yang
paling baik bagi sejarawan untuk menyumbangkan kepada usaha mengerti masyarakat
dan hubungannya dengan generalisasi sosiologi adalah dengan menemukan
kontradiksi dan pengecualian dalam generalisasi ilmu social. Seorang
generalisator mudah beranggapan bahwa perkecualian-perkecualian malahan
membuktikan kebenaran dalilnya. Tapi kadang-kadang perkecualian merupakan
satu-satunya jalan dari suatu jalan buntu logika. Karena beberapa ilmu sosial
didasarkan atas contoh-contoh sejarah yang yang dipilih oleh sejarawan (atau
oleh sarjana ilmu sosial sebagai sejarawan) hanya karena ia berminat pada
pengertian itu atau dipengaruhi olehnya. Dari permasalahan tersebut, argumen
akan disimpulkan mengarahkan sesorang untuk menemukan premis yang disimpulkan
sebagai suatu interpretasi terhadap peristiwa. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan generalisasi masalah,dalam konteks masalah yang dibahas.
Contoh pada kasus di Indonesia
yakni: Pada masa orde baru. Pemerintahan Suharto yang dikenal makmur
menimbulkan suatu pro-kontra. Sebagai masyarakat Indonesia mayoritas masyarakat
akan menciptakan situasi sosial yang positif dan negatif. Situasi negatif
contohnya adalah kontroversi tentang supersemar. Dengan demikian, sejarawan
menjadi dua kali lebih berguna dalam disiplin-disiplin yang berusaha mengerti
masyarakat. Ia tidak hanya merupakan pencari data bagi ilmuan siosial, tetapi juga
melakukan pengecekan terhadap validitas daripada pengerian atau konsep ilmu
sosial bagi masyarakat.
4. Coba terangkan intisari metode
sejarah setelah itu buatlah proposal penelitian sejarah!
INTISARI METODE SEJARAH
Intisari metode sejarah merupakan
suatu kerangka berfikir atau prosedur yang dirumuskan menggunakan suatu metode
ilmiah dalam penelitian. Dalam penelitian sejarah ada metode penelitian yang
digunakan yakni menggunakan metode yang sudah dijelaskan diatas,
langkah-langkah metode sejarah, sbb:
a) Heuristik,
yaitu proses mencari dan menemukan sumber-sumber yang diperlukan.
b) Kritik,
terhadap sumber terdiri dari kritik ekstern dan intern. Kritik ekstern
pengujian terhadap otentikitas, asli, turunan, relevan tidaknya suatu sumber.
Sedangkan kritik intern yaitu pengujian terhadap isi atau kandungan sumber.
Tujuan kritik untuk menyeleksi data menjadi fakta.
c) Interpretasi,
atau penafsiran. Pada tahap interpretasi sejarawan mencari saling hubung antar
berbagai fakta yang telah ditemukan, kemudian menafsirkannya.
d) Historiografi, yaitu
tahap penulisan sejarah. Pada tahap ini rangkaian fakta yang telah ditafsirkan
disajikan secara tertulis sebagai kisah atau ceritera sejarah.
PROPOSAL PENELITIAN
PERJUANGAN OERIP SUMOHARDJO
DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA
1945-1948
A. Latar
Belakang Masalah
Kehilangan daya tempur di udara
maupun di laut sejak tahun 1944, membuat tentara Jepang kehilangan daya ofensif
dan terbatas pada kegiatan defensif semata-mata. Ketika pihak Amerika Serikat
menjatuhkan bom atomnya di Hirosima pada tanggal 6 Agustus dan di Nagasaki pada
tanggal 9 Agustus 1945, pihak Jepang menyadari bahwa mereka sudah tidak lagi
mampu menjamin keselamatan Tenno Heika dan rakyatnya di daratannya sendiri.
Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu[1]. Mengetahui kekalahan Jepang terhadap sekutu
para golongan muda yaitu Chaerul Saleh, Wikana dan Sukarni menemui Soekarno
ditempat tinggalnya di Jalan Pegangasaan Timur No.56 Jakarta untuk secepatnya
melaksanakan proklamasi. Sejak tanggal 14 Agustus 1945 secara formil di
Indonesia terdapat vocuum of power (kekosongan kekuasaan), maka bangsa
Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945
di rumah Ir. Soekarno di Jalan Pegangasaan Timur No.56 Jakarta. Pada tanggal 18
Agustus 1945 diadakan sidang pertama PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) dalam sidang pertamanya menghasilkan keputusan-keputusan sebagai
berikut:
- Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara
- Memilih Presiden dan Wakil Presiden, yakni Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
- Presiden untuk sementara waktu akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.[2]
Sidang kedua pada tanggal 19 Agustus
1945 PPKI berhasil membentuk Departemen yang terdiri dari 12 kementrian. Selain
itu wilayah Republik Indonesia dibagi menjadi 8 Propinsi. Pada tanggal 22
Agustus 1945 PPKI memutuskan tentang pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR),
Komite Nasional Indonesia, dan Partai Nasional Indonesia. Dari tiga kepuusan
ini hanya dua yang dapat diwujudkan yakni tentang Badan Keamanan Rakyat (BKR)
dan Komite Nasional Indonesia.[3]
Dengan disetujuinya BKR dan Komite
Nasional, maka Seiring dengan kebutuhan adanya tentara dalam suatu negara padan
tanggal 5 Oktober 1945, Presiden Sukarno mengeluarkan maklumat mengenai
pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Untuk melaksanakan orgaisasi tentara
yang baru lahir ditunjuklah bekas Mayor KNIL Oerip Sumohardjo dipanggil oleh
presiden ke Jakarta dan menerima keputusan tentang pembentukan TKR. Oerip
Sumohardjo, yang diangkat menjadi kepala Markas Besar Umum dengan pangkat
letnan jendral, segera memulai melaksanakan tugasnya. Karena pada awal
kemerdekaan pemerintahan dipindahkan atau berpusat di Yogyakarta, maka Oerip
Soemohardjo menjadikan Yogyakarta sebagai tempat kedudukan Markas Besar Umum
TKR, karena situasi keamanan nasional. Setelah satu setengah bulan meletakkan
landasan organisasi TKR, Urip Sumoharjo memantapkan personilnya.
Berhubung permintaan untuk
mengangkat panglima TKR yang baru ditolak, maka pada tanggal 12 November 1945
diadakan konferensi para Panglima Divisi di Jawa dan Sumatera. Konferensi ini
dilaksanakan untuk memilih Panglima TKR karena Supriyadi yang telah ditunjuk
pemerintah sebagai penglima TKR tidak pernah muncul, sementara pemerintah tidak
merespon permintaan Markas Tinggi Tentara Keamanan Rakyat (MTTKR) untuk
mengangkat panglima baru. Konferensi tersebut memilih Kolonel Sudirman,
Panglima dari divisi V Purwokerto sebagai Panglima Tertinggi TKR. [4]
Dengan terbentuknya Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) pada tanggal 5 Oktober 1945, Mayor Oerip Soemohardjo dipercaya
untuk menyusun organisasi tentara dan susunan tentara berpola sama dengan
susunan Departemen Perang Hindia-Belanda yang terdiri atas Komandemen dan
Divisi. Melalui pertimbangan yang matang, maka Markas Tertinggi TKR (MTTKR)
membentuk 3 Komandemen di Jawa dengan 10 Divisi dan 1 Komademen di Sumatera
dengan 6 Divisi. Tanggal 7 Januari 1946, dalam rangka penyempurnaan tentara,
nama Tentara Keamanan Rakyat diubah
menjadi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR). Pada tanggal 25 Januari 1946 melalui ketetapan Pemerintah No:4/S.D./1946, Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) kembali diubah namanya menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).[5]
menjadi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR). Pada tanggal 25 Januari 1946 melalui ketetapan Pemerintah No:4/S.D./1946, Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) kembali diubah namanya menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).[5]
Pada masa TRI Oerip
Soemohardjo kembali diubah susunan organisasinya. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan dalam kerja. Komandemen sudah tidak ada lagi dan jumlah divisi
dikurangi, hanya ada 7 Divisi sedangkan di Sumatera masih tetap 6 Divisi.
Pemerintah membentuk panitia Reorganisasi Tentara yang diketuai langsung oleh
Presiden. Tanggal 3 Juni 1947 ditetapkan hasilnya yakni bahwa seluruh Angkatan
Perang Indonesia baik TRI maupun laskar-laskar perjuangan dimasukan serentak
kedalam Tentara Nasional Indonesia (TNI). Usaha ini direalisasikan melalui
ketetapan pemerintah tanggal 3 Juni 1947 dalam berita Negara Republik Indonesia
No.4 tahun 1947 yang salah satu isinya mengesahkan berdirinya Tentara Nasional
Indonesia (TNI) dan membubarkan bentuk laskar serta
angkatan perang lain yang bersenjata.
angkatan perang lain yang bersenjata.
Setelah TNI terbentuk maka di
Indonesia sudah tidak ada lagi dualisme kekuatan bersenjata, hanya ada satu
pasukan bersenjata di Indonesia yang siap menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yakni Tentara Nasional Indonesia.
Terbentuknya TNI tidak bisa dilepaskan pada peran aktifnya Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo, seorang Purnawirawan KNIL yang mengabdikan dirinya untuk tanah airnya tercinta.
Kesatuan Republik Indonesia, yakni Tentara Nasional Indonesia.
Terbentuknya TNI tidak bisa dilepaskan pada peran aktifnya Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo, seorang Purnawirawan KNIL yang mengabdikan dirinya untuk tanah airnya tercinta.
Dalam mempertahankan kemerdekaan
yang telah di proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, telah muncul berbagai
persoalan pada saat pembentukan tentara nasional. Permasalahan yang muncul pada
pembentukan TNI harus diperhatikan agar upaya pencapaian keamanan dan
ketertiban masyarakat dapat terwujud. Orang yang dianggap mampu untuk membentuk
dan menyatukan organisasi-organisasi bersenjata dalam satu organisasi adalah
Oerip Sumohardjo, karena Oerip Sumohardjo menerima tugas dalam pembentukan yang
pertama dan menerima instruksi untuk membentuk tentara. Bersama-sama
dengan Letnan Jendral Sudirman, Oerip Sumohardjo mempunyai tugas untuk
membentuk dan menyusun tentara nasional. Berdasarkan uraian diatas maka
peneliti mengambil judul “Pengabdian Oerip sumohardjo dalam kemrdekaan
Indonesia dan pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) 1945-1948”.
B. Batasan
Masalah
Dalam penelitian ini, pokok kajian
akan dibatasi secara temporal mulai tahun 1945 sampai 1948. Dimulai dari tahun
1945 karena pada tahun itu Oerip Sumohardjo ditunjuk dan diangkat sebagai KSAP,
kemudian diakhiri pada tahun 1948 karena pada tahun itu Oerip Sumohardjo
meninggal dunia.
C. Rumusan
Masalah
Dari uraian yang telah dituliskan
diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
- Bagaimana aktivitas kehidupan kemiliteran Oerip sumohardjo?
- Berperan apa Oerip sumohardjo dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia?
- Bagaimana peran Oerip Soemoharjo dalam penataan TNI?
D. Tujuan
Penelitian
Penelitian Peranan Oriep Sumoharjo
dalam pembetukan Tentara Nasional Indonesia 1945-1948 bertujuan untuk:
1. Untuk menjelaskan
aktivitas kehidupan kemiliteran Oerip sumohardjo.
2. Untuk menjelaskan peran Oerip
Sumohardjo dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
3. Menjelaskan peran
Oerip Sumohardjo dalam pembentukan TNI.
E. Manfaat
Penelitian
Manfaat dari penelitia ini adalah:
1. Dapat menambah pengetahuan
sejarah militer khususnya tentang terbentuknya Tentara Nasional Indonesia
2. Dapat menjadi bahan
pada proses belajar dan mengajar
F. Kajian
Pustaka
Buku-buku dan karya-karya yang
membahas tentang Oerip Soemohardjo telahbanyak ditebitkan, tetapi buku-buku itu
lebih banyak membahas topik secara umum atau topik-topik khususnya dibahas
hanya sekilas saja. Beberapa buku yang dijadikan perbandingan dalam tema ini
antara lain: Karya Yanto Bashri dan Retno Suffatni yang berjudul Seajrah Tokoh
Bangsa. Dalam karya tersebut Yanto Bashri mengungkap tentang tokoh-tokoh bangsa
Indonesia termasuk Oerip Soemohardjo.
Karya lain yaitu karya Rohmah
Soemohardjo yang berjudul Oerip Soemoharjdo Letnan Jendral TNI 1893-1948. Dalam
karya tersebut Rohmah Soemohardjo mengungkapkan tentang biografi Oerip
Soemohardjo masa hidupnya. Karya ini memfokuskan pada kehidupak Oerip
Soemohardjo sejak lahir sampai meninggal.
Karya lain yaitu karya
DR.A.H.Nasution yang berjudul sekitar perang kemerdekaan Indonesia jilid 4.
Dimana dalam karya tersebut banyak membahas tentang perjanjian Linggajati,
dimana Oerip Soemoharjdo juga berperan dalam perjanjian tersebut. Dimana Oerip
Soemohardjo ditak setuju atau kecewa atas keputusan dari perjanjian Linggajati,
dimana Belanda hanya mengakui wilayah Indonesia atas Sumatra, Jawa, dan Madura.
Karya-karya yang telah disebutkan
diatas dapat dijadikan sebagai pembanding dan referensi pelengkap bagi
penelitian ini. Karya-karya yang telah ada dapat dilihat bahwa masih sangat
perlu digali informasi-informasi sejarah untuk dapat menerangkan lebih detail
tentang perjalanan Oerip Soemohardjo pada tahun 1945-1948 dengan menggunakan
metode sejarah. Pada karya-karya yang telah disebutkan diatas terdapat
persamaan dan perbedaan.persamaan tersebut yaitu Oerip Soemohardjo sebagai
kepala Markas Besar Umum dengan pangkat letnan jendral.
Penelitian ini megambil tema tema
perjuangan Oerip Soemohardjo 1945-1948, dengan memfokuskan pada pengabdian
Oerip Soemohrdjo.
Dalam skripsi ini penulis menitik
beratkan pada pengabdian Oerip Soemohardjo antara tahun 1945-1948yang memiliki
peran penting dalam perjalanan sejarah meraih dan mengisi kemerdekaan bangsa
Indonesia. Pengabdian Oerip Soemohardjo sebagai kepala Markas Besar Umum pada
awal kemerdekaan menjadikannya oarng penting di dunia militer. Dimana Oerip
Soemohardjo juga ikut berperan dalam pembentukan TNI.
G. Metode
penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti
menerapkan metode penelitian sejarah yang secara sistematis terdiri atas empat
langkah, yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.[6]
Tahapan heuristik sebagai langkah
awal mengacu pada proses pencarian sumber-sumber sejarah yang berkaitan
dengan Perjuangan Oerip Sumohardjo dalam revolusi kemrdekaan Indonesia dan
pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) 1945-1948
Pada
tahap heuristik yang dilakukan peneliti adalah mencari dan mengumpulkan sumber
yang berupa dokumen atau surat kabar sejaman. Tahapan ini sangat penting karena
menentukan keabsahan tulisan. Sumber primer yang berupa sumber tulisan yaitu
surat kabar sejaman memberikan informasi berupa objek yang dikaji. Surat
kabar diperoleh penulis pada saat melakukan study lapangan di
Perpustakaan Nasional Jakarta. Sumber-sumber yang diperoleh antara lain; surat
kabar berupa riwayat hidup Oerip Sumohardjo dan terbentuknya TNI yang berada di
Arsip Nasional Indonesia (ANRI) Jakarta. Selain sumber yang bersifat primer
dalam penulisan ini juga menggunakan sumber sekunder baik yang berbentuk buku,
referensi, literature, majalah, Koran dan lain-lain.sepetri sejarah tokoh
bangsa, sekitar perang kemerdekaan Indonesia dll.
Beberapa buku sebagai sumber
tambahan referensi di Perpustakaan Nasional Jakarta yang mendukung penelitian
juga peneliti dapatkan. Peneliti juga mencari sumber-sumber sekunder sebagai
penunjang penelitian yang diperoleh dari Perpustakaan Universitas Negeri
Surabaya (UNESA), Perpustakaan Daerah Surabaya, Perpustakaan Medayu Agung
Surabaya.
Sumber-sumber sejarah yang diperoleh
peneliti, dilanjutkan pada tahapan kritik (pengujian) intern maupun ekstern untuk
mendapatkan fakta sejarah. Kritik intern, pengujian terhadap isi atau kandungan
sumber, peneliti membandingkan sumber yang satu dengan yang lainnya dengan
membaca sumber. Pada dasarnya kritik berfungsi menyeleksi data dari fakta-fakta
yang telah ditemukan untuk menjadi fakta sejarah sehingga dapat mendukung
proses analisis.[7] Berita-berita yang ditulis dalam surat
kabar pada umumnya merupakan cerminan kondisi sosial masyarakat pada masa
itu. Kritik-kritik tajam yang dilontarkan surat kabar tersebut sebagai suatu
sikap protes terhadap tindakan penyelewengan/ penyimpangan yang dilakukan
pemerintah tidak pro-rakyat yang disalurkan melalui penyaluran pemikiran
dalam bentuk tulisan.
Tahapan selanjutnya yang dilakukan
setelah kritik adalah interpretasi atau penafsiran, fakta-fakta yang diperoleh
kemudian disusun secara kronologis untuk mendapatkan suatu hubungan fakta satu
dengan fakta lainnya. Pada tahap interpretasi ini peneliti melakukan analisis
dan sintesis. Melalui analisis peneliti menguraikan fakta-fakta sejarah. Dalam
sintesis penulis menggabungkan atau menyatukan fakta-fakta sejarah tersebut
secara kronologis.
Pada tahapan selanjutnya yaitu
historiografi yang merupakan langkah akhir, yaitu proses penulisan fakta-fakta
sejarah yang sudah diintepretasikan berdasarkan tahapan analisis dan sintesis,
sehingga peneliti mendapatkan gambaran tentang kasus pembredelan yang
dialami surat kabar . Dari gambaran tersebut kemudian penelitian ditulis dalam
bentuk skripsi sebagai langkah terakhir yang berjudul Pengabdian Oerip
Sumohardjo dalam kemrdekaan Indonesia dan pembentukan Tentara Nasional
Indonesia (TNI) 1945-1948
H. Sistematika
Sistematika penulisan skripsi ini
disusun sebagai berikut:
Bab I merupan bab pendahuluan. Dalam
bab ini penulis menjelaskan latarbelakang masalah, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, dan sistematika
penelitian.
Bab II tentang biografi Oerip
Soemohardjo yang didalamnya membahas tentang Oerip waktu kecil, semasa remaja,
dan dewasa serta latar belakang intelktual Oerip Soemohardjo.
Bab III tentang perjalanan karier
Oerip Soemohardjo dalam usaha ikut meraih dan mengisi kemerdekaan bangsa
Indonesia pada tau 1945-1948 yang didalamnya membahas pengabdian Oerip
Soemohardjo sebagai ketua Markas Besar Umum, kepala Staf.
Bab IV membahas tentang kesimpulan
atas keseluruhan pembahasan skripsi ini yang diharapkan dapat menarik benang
merah dari uraian pada bab-bab sebelumnya.
[1]. Penyerahan Jepang secara tiba-tiba demikian,
menempatkan Sekutu dalam keadaan tidak siap sehingga tentara Sekutu tidak
segera dapan mengambil alih banyak daerah pendudukan Jepang yang mana pihak
Jepang bersedia menyerahkan diri dikawasan Asia dan Pasifik.
[2]. Nugroho Notosusanto. 1977. Sejarah
Nasional Indonesia jilid VI. Jakarta: Balai pustaka. Hal. 29
[3] Ibid. Hal. 30
[4] Drs. Amrin Imran. 1983. Urip
Sumohardjo. Jakarta: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Hal. 74-75
[5] Nasution, AH. 1963. Tentara
Nasional Indonesia. Yogyakarta : Seruling mas. Hal. 284
[6] Aminuddin Kasdi. 2005. Memahami Sejarah. Surabaya : Unesa
Univ.Press. Hlm.10
[7] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
yg beri koment dpt phala bsar!!aminn,,hehe :)
jgn spam ya,pliss